Fase Play School
Usia 2,5 tahun, Atta sudah mulai lancar berkomunikasi secara lisan, dan sudah memiliki kebutuhan bersosialisasi dengan teman sebaya.
Akhirnya kami memutuskan untuk mendaftarkan Atta ke sebuah play group. Berbekal tanya sana sini kepada teman-teman yang sudah lebih lama tinggal di Riyadh,
kami memilih Play School di Kingdom Compound.
Compound adalah kompleks perumahan yang dikhususkan bagi expatriat (berduit), karena sewanya bisa 3-5 kali lipat apartment biasa.
Di dalam compound, kita bisa hidup selayaknya di negara lain, tanpa perlu memakai abaya, bisa berolahraga dengan bebas, rumah yang terbuka, fasilitas lengkap
mulai dari sport hall hingga kolam renang. Keamanan yang terjamin, karena setiap pengunjung compound selalu diperiksa oleh tentara Saudi di pintu gerbangnya.
Ya...hidup di Saudi penuh keterbatasan, untuk bermain badminton, bersepeda, main bola di Public Park, kami, para wanita bisa kena tegur Muttawa,
dan untuk bergabung dengan pusat kebugaran khusus wanita adalah sebuah kemewahan.
Sebelum masuk Play School kami tidak pernah secara khusus membekali Atta dengan bahasa Inggris, bahasa pengantar di Play School.
Ada sekitar 15-20 anak, usia 1,5-4 tahun yang tergabung dalam Play School di Kingdom Compound, yang ditangani oleh 1 guru dan 2 asisten.
Guru Atta, Ms. Rana, keturunan Lebanon yang mengenyam pendidikan di Amerika. 2 Asisten Ms. Kusuma, dari Srilanka dan Ms. Daisy dari Philipina.
Murid-murid nya berbagai macam kewarganegaraan, South Africa, Singapore, Malaysia, dan beberapa negara Eropa. Jadi tidak semua anak menggunakan Bahasa Inggris
di rumahnya.
Bersyukur sekali Atta mendapat pengalaman seperti ini, Atta jadi lebih menghargai keberagaman.
Gurunya pun mengenalkan keberagaman itu, misal menunjukkan warna mata yang berbeda. Pernah suatu saat sepulang sekolah, Atta bilang pengen matanya warna biru,
seperti Renee yang dari Belgia :).
Sekolahnya terdiri dari beberapa ruangan, Ruang bermain, yang paling luas. Outdoor playground, tempat favorit anak-anak untuk bermain pasir,
ruang belajar dengan meja melingkar, ruangan belajar kecil untuk anak-anak yang hampir lulus (usia 4 tahun). Toilet untuk anak-anak yang dibedakan untuk anak laki-laki
dan perempuan. Tidak ada seragam, dan tidak harus memakai sepatu. Jam belajarnya pun termasuk lama, jam 9-12, 5 hari seminggu. Orang tua hanya mengantar dan menjemput.
Tidak boleh menunggu di depan kelas, sejak hari pertama. Seminggu pertama biasanya anak menangis, tapi selanjutnya anak gak mau pulang :D.
Sempat bertanya, bagaimana jika anak menangis, "It's our job to calm him/her!" jawab gurunya.
Dalam 1 tahun biasanya sekolah 2 kali mengadakan field trip, pada waktu Atta menjadi murid, field trip dilakukan ke private zoo di compound yang lain, dan ke petshop.
Dan sekali lagi, hanya 2-3 orang tua yang menjadi sukarelawan ikut, yang lain DILARANG ikut.
Ada 1 foto yang diberikan kepada saya, jadi anak-anak itu diajak untuk berpegangan pada tali tambang agar tetap berada dalam rombongan.
Atta sangat menyukai sekolah, saat tidak enak badan pun dia akan menangis kalau dilarang sekolah. Pulang sekolah pun, dia selalu ingin tinggal lebih lama.
Pada awal masuk sekolah, Atta sedang proses Toilet Training, masih sering bocor (pipis di celana), tapi gurunya melarang saya untuk memakaikan diaper, hanya perlu
menyimpan satu set baju ganti di sekolah. Jadi proses toilet trainingnya berjalan lebih cepat.
Tiap pulang sekolah sepatu atau sandalnya selalu penuh pasir, tidak peduli musim panas (hingga 50 derajat) ataupun musim dingin (hingga 0 derajat).
Untuk anak-anak dengan usia di atas 2 tahun sudah mulai dikenalkan alphabet, menulis, melafalkan, dan belajar menggunakannya.
Tidak ada buku dan tidak perlu membawa alat tulis, hanya worksheet yang disiapkan guru setiap hari untuk dikerjakan anak-anak di sekolah, semampunya, tidak ada PR.
Worksheet biasanya ada gambar benda yang diawali huruf tersebut, kemudian tracing penulisan huruf.
Untuk pelafalan, mereka dikenalkan dengan metode phonics, makhraj huruf sangat diperhatikan, misal untuk melafalkan bunyi P "Peh" anak-anak meletakkan kertas tisu
di depan bibirnya, melafalkan "Peh" kertas tisunya harus sampai bergerak.
Lewat lagu, A is for Apple, Ah Ah Apple, B is Bear, Beh Beh Bear, yang kadang diganti dengan nama-nama anak di kelas.
Dalam sebulan gurunya mengatakan bahwa Atta sudah lancar berkomunikasi dalam bahasa Inggris, menjawab kekhawatiran saya di awal masuk sekolah.
Selain Bahasa Inggris, di sekolah juga diajarkan Bahasa Arab dan Perancis, hanya pengenalan.
Di rumah, kami tetap berbahasa Indonesia.
Sebulan sebelum tahun ajaran berakhir, kami harus pulang ke Indonesia, sedih sebenarnya, khawatir Atta tidak mendapat sekolah baru yang layak.
Gurunya berpesan, agar memasukkan Atta ke sekolah berbahasa Inggris, karena kemampuan linguistiknya bagus, sayang kalau hilang.
Di luar kegiatan sekolah, kami rajin mengajak Atta bermain di Public Park. Seringkali, kami pergi berombongan beberapa keluarga piknik di taman :).
Hal yang akan dicibir kalo dilakukan di Indonesia :D. Ibu-ibu bawa bekal makanan-makanan ringan, bapak-bapak menyiapkan sepeda atau alat-alat bermain buat anak-anak.
Kadang, ada story telling, menggambar/melukis. Hal-hal kecil dan sederhana yang sangat saya rindukan setelah saya pulang ke Indonesia.
Alhamdulillah, Surabaya punya bu Risma yang sudah menyediakan banyak Public Park di tengah kota, meskipun sangat tidak mungkin dipakai buat piknik, paling tidak
anak-anak dapat bermain bebas di ruang terbuka.
Pulang ke Surabaya, mulailah kami berburu sekolah, tak apalah meski hanya sebulan lagi tahun ajaran usai, untuk mengisi kegiatan saja, karena kepulangan yang bisa
dibilang mendadak, kami terpaksa nebeng orang tua.
Jadi kurang leluasa untuk memberi kesibukan bagi Atta, seperti saat sebelum bersekolah.
Oh ya, sedikit catatan, untuk masa pra sekolah, karena saya tidak memiliki asisten rumah tangga, jadi saat saya masak, yah Atta ikut mengeksplorasi dapur, kadang
dia sibuk dengan kuas dan cat air di meja khusus yang memang saya siapkan buat kegiatannya. Atau kadang yah dengan terpaksa Atta nonton kartun anak di TV
atau yang sudah didownload ayahnya.
Tinggal di Surabaya Barat, kami mencari sekolah-sekolah internasional, dengan pengantar Bahasa Inggris, agak susah, karena mayoritas penduduk etnis Cina,
kalau tidak sekolah kristen ya sekolah internasional, yang tidak ada muatan lokal dan agama.
Setelah browsing, kami menemukan Sekolah Cikal, sudah terkenal di Jakarta. Di Surabaya baru berjalan tahun kedua. Sekolah Cikal ini didirikan oleh Najeela Shihab,
putri dari Quraish Shihab, Sekolah National Plus, lebih jauh akan tergambar saat saya menceritakan Fase sekolah TK.
Kami daftarkan Atta untuk masuk kelas Pre-K disana, Bahasa yang digunakan 50:50, Bahasa Indonesia dan Inggris, ada pelajaran Agama Islam, dan sama, orang tua hanya
mengantar jemput, meskipun seminggu hanya 3 kali. Karena kami sekaligus mendaftarkan Atta untuk sekolah TK disana, maka ada proses interview oleh seorang psikolog,
yang juga mengobservasi Atta di kelas.
Menurut si Psikolog, Atta ini cenderung diam dan kurang pede untuk menyampaikan pendapatnya, sempat merasa jadi tertuduh juga saya terlalu mengatur anak :(.
Sampai saat ini, masih belum menemukan jawaban yang tepat, karena dengan saya atau ayahnya, Atta selalu bebas bertanya dan bercerita apa saja, hanya dengan orang
asing/baru Atta cenderung tertutup.