Kalau baca postingan-postingan awal blog ini, mengingatkan masa-masa galau saat masih usia muda, well pas umur 25 tahun, waktu itu sempat melabeli diri pada fase quarter life syndrome, as if I will live until 100 years. Life goes on, sekarang udah nyampe ke titik 42 tahun hidup.
Banyak cerita, peristiwa, suka duka, senang, sedih samapi tragedi pernah dilewati. Terlintas di pikiran, kalau hati ini pasti sudah cukup kuat, cukup terlatih menghadapi berbagai macam situasi dan kondisi. Hati yang sudah pernah tercabik-cabik, melewati berbagai pengkhianatan, terbuang, disingkirkan, bukanlah hal yang berat lagi.
Namun roda terus berputar, ada masa hati ini kembali lemah, harus berlatih lagi, seperti otot-otot tubuh kita, hati kitapun kadang merasa lelah dan lemah. Bukan kemunduran, hanya another phase of life, tahapan lain dalam hidup. Untuk bisa menjadi lebih dewasa, menjadi lebih memahami arti hidup. Mungkin karena itulah, orang tua bisa lebih kalem dalam menyikapi banyak hal.
Beberapa minggu sebelum menjadi 42, semua hal mendadak terasa sangat menyakitkan hati, hal-hal yang semula bisa diabaikan, mendadak terasa ngilu dan menyayat. Definisi dewasa yang semula berarti bisa mengabaikan hal-hal sepele yang mengecewakan. Dewasa adalah bisa mengacuhkan tindakan tidak menghormati diri ini.
Tiba-tiba semua hal terasa menyakitkan, air mata tak terbendung, hingga ada keinginan untuk melarikan diri dari situasi yang tidak mengenakkan ini. Beruntungnya, tahapan hidup kali ini, objek pelakunya bukanlah orang-orang penting dalam hidup ini. Sangat bersyukur, orang-orang terpenting dapat menjadi sumber kebahagiaan, tempat pelarian dari segala masalah.
Agak lama untuk menyadari bahwa ini adalah tahapan lain dalam hidup. Beberapa episode curhat untuk mencari jawaban. Menegasikan prasangka bahwa ada kemunduran pada kedewasaan diri, konfirmasi kewajaran perasaan yang terasa aneh. Bukan mencari pembenaran saja, namun justru karena merasa ada yang salah pada diri.
Hingga bulan ini, hampir sebulan setelah 42 tahun hidup, terdapat penerimaan, bahwa memang ini hanya sebuah fase dalam hidup. Bukan mundur, namun lebih dewasa dalam memandang diri sendiri. Bahwa diri dan hati ini juga membutuhkan respek, bukan gila hormat, hanya apresiasi atas keberadaannya. Bahwa diri dan hati ini juga memiliki keinginan yang perlu didengar, bukan terus direpresi.
Ada satu yang mengganjal, kebutuhan untuk mengekspresikan yang sangat berkurang dibanding masa muda dulu. Diri ini merasa lagi perlunya keributan dan pemecahan masalah atas konflik-konflik yang tercipta dengan orang-orang yang tidak memiliki posisi penting dalam hidup. Bahkan kalo perlu mendegradasi posisi orang yang sudah mengganggu hati dan diri ini.
Meski keputusan belum tentu benar, namun hanya ini yang saat ini mampu dijalani. Bersyukur orang terpenting dalam hidup mau memahami dan membebaskan diri mengambil keputusan. Kebebasan menyikapi berbagai hal yang kurang menyenangkan.
Di akhir, saat ini hanya ingin bahagia bersama orang-orang terpenting dalam hidup......